Mendaki Gunung Batu

Pendakian perdana saya pada dua tahun yang lalu tidak berhasil menaklukan gunung ini. Saya yang takut ketinggian begitu cemas akan terjatuh menapaki medannya yang kering dengan kerikil-kerikil yang terlepas dan sangat curam. Jadilah saya menyerah di separuh perjalanan. Saya pilu menangisi kecemenan saya yang belum bisa diatasi.

Baca lebih lanjut

HARAU

‘Adzan ashar telah berkumandang, ashar terakhir di bulan ramadhan. Jalan Lintas Sumatera di Tanjung Pati ramai, terlihat dari para pemuda yang menyiapkan obor bertangkai bambu untuk persiapan takbiran nanti malam.

Raungan Mobil Pemadam Kebakaran di Harau

Menuju Lembah Harau hanya memakan waktu 5 menit. Kebakaran yang terjadi membuat jalan ditutup dan memutari kompleks Pemda Kabupaten 50 Kota, tampak dari jauh Gedungnya yang  megah berdiri di atas bukit.

Gedung Pemda Bupati 50 Kota

Baca lebih lanjut

SELANGKAH KAKI DI GUNUNG BATU

Gunung Batu terletak di Desa Sukamakmur, Jonggol,Jawa Barat. Dari arah Jakarta, tidak jauh setelah Pasar Cariu, kita akan sampai di pintu masuk Gunung Batu. Kita bisa menuju ke sana melalui Gunung Batu1 dan Gunung Batu2. Jika melalui Gunung Batu1,kita akan dihadapkan dengan jalan yang benar-benar mendaki, nanjak terus. Pastikan kendaraan yang kita gunakan benar-benar dalam kondisi yang bagus. Medan yang berat bikin motor merayap, seru dan menegangkan. Perjalanan akan lebih mudah jika kita melalui Gunung Batu2. Jalanan lebih mulus dan bisa dibilang kita tidak menemui tanjakan ekstrim, kecuali setelah melalui pertigaan dan bertemu dengan jalan yang berasal dari Gunung Batu1.

Gunung Batu Dari Kejauhan by Lia Hijihawu

Di sepanjang perjalanan, cuaca yang sejuk menghijau memanjakan mata. Di sini, buka sejenak masker atau kaca mobil kita. Kita bisa menghirup wanginya cendana yang semerbak. Baca lebih lanjut

MEMANDANG LANGIT

Ku lihat awan
Seputih kapas
Arak-berarak di langit luas
Andai ku dapat
Ke sana terbang
Akan ku raih ku bawa pulang

Sahabat tentu ingat kan dengan irama dari syair lagu di atas? Lagu yang seringkali saya nyanyikan saat masih SD sesaat sebelum bel tanda pulang berbunyi. Dengan durasi pendek, saya ga kelamaan berdiri di depan kelas. Hehe… Memandang wajah langit dengan berjuta pesonanya bahkan ketika ia menjadi kelabu itu luar biasa.. Baca lebih lanjut

GUGURNYA DAUN-DAUN FILICIUM

Lama hujan tidak menyapa tanah ini. Debu menjadi hiasan lazim udara jalanan. Menguasai setiap partikelnya. Mendarat mulus menutupi permukaan benda dan terbang kembali saat angin mengusirnya.

Kemarau membuat udara pagi menjadi lebih dingin. Berharap gerimis dan lebat hujan segera membasahi tanah ini. Rindu akan aroma hujan saat membungkam debu. Angin kencang menyisakan guguran daun filicium yang menguning memenuhi jalan. Kabut tipis masih terlihat. Dingin… Baca lebih lanjut

SETAJAM MATA ELANG

Elang1 by hiihawuPerlahan malam beranjak larut. Tidak lama berselang dari suara deru Elf yang meninggalkan tanah ini, ada suara asing yang membahana, memecah kesunyiannya. Lalu menyembul dari sebuah kardus, seekor burung besar bermata tajam. Elang.

Mereka menyebutnya Elang Luyu. Saya tidak tahu pasti elang jenis apa. Bagaimana dengan status konservasinya? Apakah termasuk elang langka yang dilindungi Undang-Undang? Sepintas mirip dengan LANNER FALCON. Tingginya sekitar 50cm. Sekujur tubuhnya didominasi warna cokelat tua. Dengan warna kuning di sekitar paruhnya yang hitam dan di lingkar matanya. Dua kakinya berwarna kuning terang. Tahukah sahabat tentang elang ini? Silakan berbagi informasi tentang keberadaannya. Baca lebih lanjut

CUNGCUING

Saya mengenal burung ini hanya dari suaranya saja yang sangat khas, mendayu-dayu melengking, dengan tempo yang lebih cepat pada akhir siulannya. Burung ini penuh misteri, karena seumur hidup, baru sekali ini, saya melihat wujudnya , ini pun masih sosok imut yang terjatuh dari pohon, belum mampu terbang.

Pernahkah sahabat mendengar perihal burung ini? Atau mungkin ia memiliki nama lain yang berbeda dari Cungcuing? Karena tidak pernah melihat dan kemungkinan ia juga jenis burung yang tidak suka narsis, saya tidak mengetahui padanan katanya dalam Bahasa Indonesia. Baca lebih lanjut

JAMUR JARING

Ini adalah salahsatu jamur tercantik yang pernah saya lihat. Tumbuh dengan baik di bawah pohon pakis. Setelah hampir satu tahun menantikan kemunculannya, akhirnya di pagi yang mendung setelah semalaman Bandung diguyur hujan, tampaklah mereka. Perlu mengedarkan pandangan dalam menemukannya, terutama karena lazimnya jamur tumbuh di tempat yang tersembunyi di bawah tanaman yang lain, tidak terpapar sinar matahari secara langsung. Baca lebih lanjut

COBRA

Tepat di depan rumah, terdapat tanah luas sekira satu hektar milik tetangga baik saya. Kini di lokasi ini telah berdiri sebuah masjid dan saung bambu yang menjadi gravatar Hijihawu. Lahan yang kosong digarap oleh Bi Empat dan suaminya.Tanah ini kemudian ditanami berbagai bahan tanaman kebun seperti pisang, ubi, sawi, cabe rawit, pepaya, dll. Selebihnya ada sebuah kolam kecil untuk budidaya ikan lele.

Kepik, nyamuk, ulat bulu tentu saja mereka menjadi penghuni setia tanah ini. Ternyata selain para serangga ini, terdapat juga reptil hitam keren, ular cobra sob!
Ular ini memiliki panjang sekitar 120 cm dengan diameter tubuhnya 4 cm. Sisik tubuh atasnya hitam mengilat, sedangkan bagian bawahnya putih berkilau seperti mutiara, cantik sekali. Bi Empat sempat dibuat kebat-kebit melihat ular ini sedang melingkar di bawah tangga gudang dengan kepalanya yang serupa sendok berdiri tegak.

Saya pernah melihatnya menjelang maghrib sepulang belanja. Ular ini dengan santainya melintasi jalan menuju pohon angsana. Waktu itu saya tengah di atas motor, kalau berjalan kaki, dapat dipastikan saya lari tunggang langgang. Takuuudd…

Karena ular ini sudah terlalu sering narsis di wilayah ini, khawatir membahayakan keselamatan warga, beberapa waktu yang lalu dipanggillah seorang kakek pawang ular. Beliau menyingkapkan bebatuan, mengamati lubang, juga menelusuri sisa sisik ular dari proses pergantian kulit. Tahu tengah dicari, ular ini ngumpet semakin dalam. Entah di sarang yang mana…. Pencarian tidak berhasil, padahal ular ini diburu bukan untuk dibunuh, melainkan dipindahkan ke tempat yang lebih kondusif dan aman untuknya dan juga untuk kami warga di sini.

Di jalan inilah ular ini sering melintas

Seperti sebuah perdebatan antara ayam dan telur ayam, siapakah yang lebih dulu ada di muka bumi ini. Demikian juga, siapa yang lebih dulu menghuni tanah ini? Kami atau cobra itu? Jadi, siapa mengganggu siapa?
Alam ini diciptakan dengan keseimbangan yang sempurna. Sedikit atau lebih saja pada sebuah sistem rantai makanan, akan mengusik keteraturannya, dapat membuat ledakan populasi yang timpang. Populasi manusia yang terus berkembang, berbanding lurus dengan kebutuhan akan tempat tinggal yang otomatis perlahan menggerus habitat hewan dan memaksa mereka untuk turun gunung. Maka tidak sedikit kasus manusia yang dimakan harimau, gajah yang mengamuk menghancurkan perkebunan dan perumahan warga… Siapa yang patut disalahkan? Kita, manusia atau para hewan itu?

Diperlukan langkah bijak untuk hal ini. Sesuatu yang ekstrem dan tanpa kendali akan merubah tatanan alam. Harus ada win win solution. Manusia damai, habitat hewan pun tidak terganggu. Punya solusi jitu kawan?

Siang menjelang dzuhur, saya dikejutkan dengan sebuah teriakan. Lebih tepatnya, peringatan, agar kami lebih berhati-hati ketika sedang berada di kebun dan sekitarnya, karena kehadiran ular -ular ini.

Lalu di bawah terik matahari, tampak oleh saya, sang cobra sudah terkulai di tengah jalan. Jika saja ada seorang Panji atau kakek pawang ular ketika sang cobra muncul, barangkali kisahnya akan lain… Mungkin ia tengah mengumpulkan dedaunan kering untuk pertumbuhan telur-telurnya di hutan… Bergembira bercengkerama dengan keluarganya yang lain di habitat terbaiknya… Inilah pertama kalinya saya menyentuh indah kulit cobra tanpa kaca pembatas. Tidak lama kemudian ular ini pun kaku. Perih sekali…

Di tanah ini, anak-anak saya, anak-anak TK dan SD hingga orang tua lanjut usia berolahraga, makan bersama, melakukan kegiatan Pramuka…. Kini berakhirlah sudah, sebilah kayu mengakhiri perburuan sang cobra mengejar sang katak…

Lalu bagaimana denganmu sobat, ketika seekor cobra ada di depanmu? Apakah diam mematung seolah kaki tertancap dalam ke perut bumi? Menguji nyalimu untuk menaklukan ular ini? Berlari menjauh? Atau membuatnya kaku?

Peraturan nomer satu, jangan panik! Ke dua, putuskan jawabanmu. Ke tiga, menuliskannya.

Perbincangan Kutilang dan Kenari

Siulan burung bersahutan. Hmm, rupanya mereka sedang bercengkerama dari tempat yang berbeda.
Burung yang satu dari pohon mangga, yang lainnya dari dalam sangkar yang tergantung di sebuah pagar yang tinggi.
Kira-kira begini artinya….  😀

Kutilang : “Sedang apa kamu di sana?”

Kenari     : “O, biasalah, bosan ada di sini.”

Kutilang : “Subhanallah, kuperhatikan parasmu elok nian.    Bulumu indah. Siapa namamu?

Kenari     : “Aku kenari, kalo kena, jangan lari. Ahahaha, kaya koruptor saja. Nehi dahhh! Panggil aku Ken. Kamu?”

Kutilang : “Aku kutilang. Just call me bro pren.”

Kenari     : “Wuiiih, manteb bro.”

Kutilang : “Betah kamu di sana Ken? Sangkarmu indah. Makanan ningrat banyak..

Kenari     : “Rumah sejatiku bukan di sini. Lama aku tidak terbang. Tidak bisa, sempit. Mereka memenjaraku hanya untuk mendengar dan menjual suaraku. Aku iri padamu…..”

Kutilang :  “Suaramu merdu, banyak dicari manusia, pakan tinggal makan……”
Kenari     : “Memang benar, tapi aku tidak mengharap itu semua. Kita bangsa burung diberiNYA    kemampuan untuk bertahan hidup. Berkelana di udara, berburu kroto, hinggap dari   pohon ke pohon. Bahkan bisa narsis foto dengan Ummi yang manis.” 😀

Kutilang : “Aku mengerti, sabar ya Ken. Semoga kamu bisa keluar dari sana.”
Kenari     : “Makasih bro. Kuharap manusia sadar. Rumah terbaikku adalah alam. Tempat aku bebas   mengepakkan sayap…..”

   Biarkan kami melanglang-buana menjelajahi semesta luas.

Senin, 5 Des 2011
Kabar terbaru tentang Ken, Si Burung Kenari, burung senilai tiga juta rupiah ini, tewas dimakan tikus di dalam sangkarnya. Ruangan sempit yang memenjaranya tanpa mampu menghindari predator. Si Kuti nasibnya lebih baik, ia burung merdeka. Si Ken, tumbuh dalam kungkungan kotak sempit, setidaknya ia kini pun telah merdeka menyusul Si Kuti, sahabatnya.