Ketika Iman Bertanya

Kutelusuri setiap sudut, setiap lorong, lama setelah ku pergi. Di manakah rumahku?

Tampak olehku tanahku, kini legam menghitam tertutupi karat-karat maksiat yang mengapa tidak lekas engkau bersihkan?

Aaaah, bukankah telah kutitipkan kepadamu. Pelihara aku! Jagalah rumahku! Apa yang engkau perbuat sehingga kilau bening cahaya ilmu tidak mampu singgah di tanahku?

Lalai! Ya, engkau telah lalai menyapu debu-debu tanahku dengan istihfar.
Nyanyian dan amarah telah menguasaimu!

Lekasss! Lekaslah bersihkan tanahku. Sebelum nafas berhenti dan ruh tercerabut dari dirimu. Dan harus kujumpai rumahku agar aku dapat bersemayam dan kembali menjadi cahaya ketika engkau menjalani setiap liku ganasnya hidupmu.

Ketahuilah, aku adalah iman yang harus hidup di tanah hatimu……

SAHABAT

Lebih dari sekedar sebuah pertemanan biasa. Ia lebih dekat, lebih dalam, ada keterikatan hati, kesamaan visi, yang membuatnya selalu ada ketika salah satu pihak memerlukan bantuan, nasehat yang dapat menbantunya berdiri tegak ketika berbagai problematika hidup datang menghampiri.

Siapkah kita menjadi sahabat yang wangi sehingga ketika hadir dapat memberi nuansa sejuk, yang dapat memberi sedikit saja rasa nyaman atau memberi semangat meski itu hanya berupa sebuah senyuman kecil namun tulus diberikan?

Sebaik-baik setiap diri adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Saya, anda, kita harus berusaha mewujudkannya. Karena kita adalah saudara, sahabat sebagai insan di bumi ini.

KATA MUTIARA DARI IBU ISTIAH

25 tahun setelah kepulangan Ibu Istiah, nenek saya yang tercinta, sebuah buku dengan sampul tebal dan kertas yang telah menguning, saya temukan. Buku yang berisi berbagai resep kue kering dengan tulisan sambung khas zaman dulu. Pandangan saya tertuju kepada sebuah coretan kecil tepat di sudut kiri atas halaman pertama.

Hari esok adalah suatu misteri yang harus kita hadapi dengan tabah dan keyakinandiri sendiri karena tanpa itu manusia akan dijajah oleh kondisi sosial lingkungan.