HARUS BERDIRI

Seiring bertambah usia, ketangguhan fisik mulai menurun. Apalagi olah raga yang minim, membuat badan mudah merasa lelah. Teringat dulu saat masih imut berbelas-belas, naik turun gunung asik-asik saja, hiking hayu, berkemah apalagi. Sekarang? Harus dibuktikan lagi, meskipun sudah pesimis duluan. Hehe..

Saat kecil dulu, toko buku yang luas dan nyaman, baru ada
Gramedia saja. Meskipun cukup jauh dari rumah, menjadi tujuan belanja yang menyenangkan. Kami betah, saya dan ibu saya untuk berlama-lama di sana. Love u, Mom.

Setelah kedua anak-anak saya sekolah, berkunjung kembali ke sana tetap saja menggembirakan. Jujur, kadang jika bersama anak-anak, saya malah kerepotan menjaga anak-anak agar lebih tertib tidak berlari-lari, senggol kiri dan kanan. It’s me time. 🙂

Ternyata oh ternyata, sekian lama berdiri, kaki mulai pegal, jongkok jelas nggak banget, selonjoran kebangetan, duduk bersila sepertinya boleh nih. Ehhh, ga tahunya di lantai ada tulisan ini:

Dilarang duduk di lantai Baca lebih lanjut

TAMU TERLARANG

Matanya nanar menatap kami. Setiap langkah diikuti dengan perhatian penuh. Embikan para kambing yang dikejar anak-anak mengalihkan acara merumput yang mereka lakukan. Kambing-kambing imut itu lalu tampak bercakap-cakap dengan penguasa tanah luas itu. Dua ekor sapi. Baca lebih lanjut

Keluarga Si Rambo

Tidak sampai hati membiarkan Si Rambo merana sendiri. Setelah sekian lama ia banyak bercengkerama dengan kalkun milik tetangga, akhirnya Si Rambo memiliki pendamping hidup. 😀

Si Rembi, kami menamainya pada ayam betina putih nan cantik. Rambo langsung jatuh hati, fall in love at the first sight. Hehe…. Meski pada mulanya lari tunggang langgang dan terbang ke atap saung, Si Rembi luluh juga pada Si Rambo. Yesss…. Baca lebih lanjut

Perbincangan Kutilang dan Kenari

Siulan burung bersahutan. Hmm, rupanya mereka sedang bercengkerama dari tempat yang berbeda.
Burung yang satu dari pohon mangga, yang lainnya dari dalam sangkar yang tergantung di sebuah pagar yang tinggi.
Kira-kira begini artinya….  😀

Kutilang : “Sedang apa kamu di sana?”

Kenari     : “O, biasalah, bosan ada di sini.”

Kutilang : “Subhanallah, kuperhatikan parasmu elok nian.    Bulumu indah. Siapa namamu?

Kenari     : “Aku kenari, kalo kena, jangan lari. Ahahaha, kaya koruptor saja. Nehi dahhh! Panggil aku Ken. Kamu?”

Kutilang : “Aku kutilang. Just call me bro pren.”

Kenari     : “Wuiiih, manteb bro.”

Kutilang : “Betah kamu di sana Ken? Sangkarmu indah. Makanan ningrat banyak..

Kenari     : “Rumah sejatiku bukan di sini. Lama aku tidak terbang. Tidak bisa, sempit. Mereka memenjaraku hanya untuk mendengar dan menjual suaraku. Aku iri padamu…..”

Kutilang :  “Suaramu merdu, banyak dicari manusia, pakan tinggal makan……”
Kenari     : “Memang benar, tapi aku tidak mengharap itu semua. Kita bangsa burung diberiNYA    kemampuan untuk bertahan hidup. Berkelana di udara, berburu kroto, hinggap dari   pohon ke pohon. Bahkan bisa narsis foto dengan Ummi yang manis.” 😀

Kutilang : “Aku mengerti, sabar ya Ken. Semoga kamu bisa keluar dari sana.”
Kenari     : “Makasih bro. Kuharap manusia sadar. Rumah terbaikku adalah alam. Tempat aku bebas   mengepakkan sayap…..”

   Biarkan kami melanglang-buana menjelajahi semesta luas.

Senin, 5 Des 2011
Kabar terbaru tentang Ken, Si Burung Kenari, burung senilai tiga juta rupiah ini, tewas dimakan tikus di dalam sangkarnya. Ruangan sempit yang memenjaranya tanpa mampu menghindari predator. Si Kuti nasibnya lebih baik, ia burung merdeka. Si Ken, tumbuh dalam kungkungan kotak sempit, setidaknya ia kini pun telah merdeka menyusul Si Kuti, sahabatnya.