Es Cendol Eyang Anom

Barangkali jika diadakan survey tentang es cendol mana yang paling ngetop, kemungkinan besar jawabannya Es Cendol Elizabeth. Es cendol yang beken karena mangkal tepat di toko tas Elizabeth di Bandung. Karena laris manisnya, cabangnya betebaran di mana-mana bahkan yang ngaku-ngaku, ndompleng aspal, asli tapi palsuuuu, walahh…..

Nah, di akhir pekan yang antri buanyakk, entah kapan bisa nyeruput es cendol yang maknyuss….. Sebagai alternatif, saya ingin mengajak sahabat menikmati es cendol yang tidak kalah serunya.

Di mana kah gerangan? Terletak di RS. PINDAD di jalan Gatot Subroto! Haaa? Mau jajan apa berobat? Jangan salah sob. Kesampingkan dugaan anda, ralat, dugaan saya dulu, heheh, rumah sakit ini sama sekali tidak dipenuhi petugas berbaju loreng, tidak ada malah. Bisa-bisa pasien ngeper bin ngacir ga jadi berobat. Karena letaknya yang tidak biasa, mungkin kurang tepat ya bila digolongkan wisata kuliner. Gini aja deh, sambil lewat, sehabis memacu adrenalin di Trans Studio, BSM Bandung, lanjutkan perjalanan sekitar 5 hingga sepuluh menit, sahabat akan sampai di RS Pindad dan dapat singgah sejenak di sana. Nahh, baru deh lanjut muterin Bandung.

Area rumah sakit yang luas, halaman yang dipenuhi pepohonan besar, membuat suasana nyaman dan teduh. Di pojok terluar sebelah kanan jalan pintu masuk, terdapat beberapa kedai penjual makanan. Bubur, ketupat, kopi dan tentu saja es cendol. Menurut saya, di antara makanan yang sudah saya jajal di sana, cendol ini yang paling manteb. Sok mangga cobaiin…

Eyang Anom, demikian nama beliau. Tidak menduga bahwa usianya menginjak 71 tahun. Jika saja tidak tersenyum dan berbicara, ternyata gigi serinya yang bertahan di sana tinggal satu buah lho. Perhatikan gaya beliau yang nyentrik, topi koboy hitam dengan kemeja lengan panjang putih berkancing, rapi jalii…

Kakek yang tetap energik ini, mendorong gerobak esnya hingga sampai ke rumah sakit sekitar jam sepuluh pagi. Semua bahan dibuatnya sendiri, mulai dari menggiling beras, membuat kinca dan santan. Penyajiannya ditambah dengan potongan alpukat mentega dan buah nangka, menjadikan es cendol Eyang Anom wenaaak, segernya poll, manisnya pas pisan.Satu gelas dihargai Rp 5.000,- saja. Kalau mau pesan juga bisa.

Di bulan ramadhan, tempat mangkalnya pindah ke jalan Logam di daerah Margacinta, terusan Buah Batu Bandung. Pantesan waktu saya beli cendol buat tajil, perasaan pernah lihat. Lagi-lagi topi koboy dan giginya yang tinggal satu itu membuat beliau mudah diingat.

Semangat orang-orang hebat seperti Eyang Anom ini, sangat pantas dijadikan teladan. Usia boleh saja sudah sepuh, tapi mereka gigih mencari rezeqiNYA. Orang-orang yang lebih menyukai berpeluh daripada mengeluh meratapi kemiskinan. Mereka adalah pejuang tangguh, bukan pengemis yang meminta iba.

Ketika kita menginjakkan kaki ke pasar tradisional, edarkanlah pandangan, maka akan kita jumpai banyak orang tua yang sudah sepuh berjualan menempati pinggiran jalan pasar. Kita lebih sering menengadah melihat sekitar yang makmur bergaya hidup mewah. Di sinilah saat kita perlu menundukkan kepala sejenak agar bertabur syukur.

Di akhir perbincangan saya yang singkat dengan Eyang Anom, senaaang banget mendapat oleh-oleh nasehat dari beliau :

Hidup jangan merasa lebih baik dari yang lain, jangan merasa pintar padahal banyak ilmuNYA yang tidak kita ketahui, jangan merasa paling benar karena bisa jadi kita salah. Ilmu dan kebenaran mutlak, hanya milikNYA.

Ingat Bandung.
Ingat cendol.
Ingat Hijihawu. Hehehe…. 😀

Salam dari saya. Tetap semangat!