Dzikrul Maut

Pagi tadi tetangga saya meninggal dunia. Tetangga yang cukup jauh sebenarnya, masih satu blok dengan saya, rumah beliau di jalan utama, sedangkan saya agak ke dalam. Berita kepergiannya terdengar dari pengeras suara dari masjid.

TPU by Lia

Semua sudah bertakziah, berkunjung membesarkan hati keluarga yang ditinggalkan agar ikhlas, berlapang dada menerima musibah ini. Kedua orangtua saya masih lengkap. Jadi saya belum tahu bagaimana rasanya kehilangan salahsatu atau keduanya dari mereka.

Saya bersyukur di saat usia saya yang tidak lagi muda, usia kedua orang tua saya yang kian senja, Allah masih memberi saya kesempatan unruk menanyakan kabar mereka yang seringkali terlupa karena kegiatan saya. Saya, anak gadisnya yang dulu hingga kini sering merepotkan dan meresahkan mereka.

Maut memang tidak mengenal usia, tua, muda, sehat ataupun sakit. Maut adalah berita tiba-tiba yang kita tidak tahu kapan ia datangnya. Apakah kita masih menghirup udara dunia esok pagi?

Ah, ya, saya masih terlalu berleha-leha dengannya. Padahal mati adalah intaian terdekat. Pintu dari awal kehidupan yang tiada akhir.

Saya yang dari dulu sering dimandikan ibu. Ibu yang tidak pernah sekalipun saya mandikan. Ataukah sayalah yang akan dimandikan ibu untuk terakhir kali? Wallahu’alam.

Ketika telah terbujur kaku, maka keluargalah yang memandikan, memberi kafan dan mengantar menuju tempat terakhir di dunia. Bersegeralah berwudhu Lia, sebelum orang lain yang mewudhukanmu. Bersegeralah shalat, sebelum orang-orang menyalatimu, bersegeralah berhijab sebelum kafan menjadi hijab terakhirmu… Bersegeralah memohon ampun kepada RabbMu, sebelum ajal menjemput, karena tidak tahu di bumi mana kita akan mati….

Rabbana afrigh ‘alaina shobron wa tawaffana minal muslimin. Aamiin.

Pendapat Sahabat :